Salah satu episode Bumi dan Manusia |
Hampir dua tahun lalu, tepatnya Mei 2020 saat Pandemi melanda dan kami lebih sering bengong di rumah, aku dan dua temanku – Rizky dan Nissa – membuat kanal siniar (podcast) di Spotify. Kanal yang kami beri nama Bumi dan Manusia ini terinspirasi dari Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer, yaitu sebagai tempat manusia bernaung atau verbatim Pram: “duniaku bumi Manusia dan segala persoalannya”.
Teman-teman bisa mendengarkan kami di Spotify ini.
Siniar ini menjadi arena bagi kami untuk menyuarakan keresahan kami tentang relasi ekologis antara manusia dan alam. Kami bertiga memang memiliki ketertarikan terhadap alam dan bertepatan memiliki latar yang berbeda. Rizky berlatar belakang ekonomi yang fokus pada ekonomi lingkungan, Nissa berlatar belakang teknik lingkungan dan fokus pada pengelolaan limbah dan sampah, sementara aku berlatar sosial & lingkungan yang fokus pada komunikasi lingkungan dan partisipasi komunitas. Kami secara tidak sengaja melihat latar belakang kami sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang berkelindan dengan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Meskipun seringnya kami menggunakan Bumi dan Manusia sebagai sarana untuk melegitimasi ocehan kami, ocehan kami memiliki dasar yang (sedikit) bisa dipertanggungjawabkan.
Ocehan kami bertransformasi menjadi perbincangan yang agak kredibel dan mendalam saat
mengundang beberapa narasumber (yang merupakan kolega, teman, sampai dengan
kenalan kami). Dalam dua tahun terakhir ini kami baru mengundang lima
narasumber. Ada Mas Himmi Setiawan yang merupakan peneliti LIPI, Kak Omar
co-founder Dua Coffee, Septaris Parhusip peneliti kehutanan Mie University
Jepang, Munadhillah psikolog lulusan Social Psychology University of Oslo, dan
Nalendra yang merupakan konsultan pariwisata lulusan Australia. Bersama Mas
Himmi kami berbincang tentang lingkungan dalam Islam, bersama Kak Omar kami
membahas UMKM ramah lingkungan, bersama Septaris kami membedah relasi antara
desa dan kota, bersama Munadhillah kami mendedah perilaku ramah lingkungan, dan
bersama Nalendra kami membahas pariwisata berkelanjutan. Menjelang genap dua
tahun, kami sudah menelurkan 16 episode. Kami sangat berterima kasih dan
menyambut hangat teman-teman yang sudah bersedia menjadi narasumber. Bagiku hal ini
menunjukkan bahwa isu lingkungan dan perspektif ekologis telah mewarnai beragam
aspek dalam kehidupan. Hal ini yang menjadi penyemangat bagiku untuk terus
memperdalam pengetahuan dan memperluas jangkauan untuk mengarusutamakan
lingkungan (khususnya terminologi dan konsep yang jelimet dan kompleks).
Perlu diakui bahwa mengurus konten, jadwal, dan topik dalam memelihara kanal siniar kami tidak semulus kulit bayi. Jadwal yang bentrok, narasumber yang menolak, kesibukan masing-masing, kami yang bergantian berurusan dengan COVID-19, dan juga rasa malas sering melanda kami. Ada kalanya kami sangat produktif sebulan sekali membuat episode, namun ada kalanya kami hanya menghasilkan satu episode dalam satu tahun.
Kami terus berefleksi dan mengevaluasi diri dengan tetap saling mengingatkan untuk terus memelihara Bumi dan Manusia ini.
Aku sendiri meihat Bumi dan Manusia seperti memelihara kewarasan personal di tengah dunia yang masih memarginalisasi isu lingkungan, dipolitisasi, atau dijadikan sebagai
komoditas yang merugikan komunitas lokal dan masyarakat adat sebagai pihak paling terdampak degradasi lingkungan. Mengutip Dana Mount dan Susie O'Brien dalam Postcolonialism
and the Environment 2013 bahwa kolonialisme dan turunannya, nasionalisme
dan globalisasi, telah meretas hubungan dan pola environmentalisme kearifan
lokal dari masyarakat adat yang telah merampas hak mereka untuk hidup mengelola
alam sebagai tempat mereka bernaung. Dalam hal ini, seringkali aku merasa putus asa
karena tidak punya daya untuk mengubah kondisi yang ada. Namun, hati kecilku berbisik untuk terus
berharap, melalui gerakan-gerakan kecil, kolaborasi dengan komunitas lain,
termasuk menumbuhkan Kanal Siniar Bumi dan Manusia.
Kami sadar bahwa kanal kami masih jauh dari sempurna. Mulai dari durasi
yang terlalu panjang (ada episode yang berdurasi 90 menit lebih) dan monoton seperti kuliah, tidak ada
nada latar yang bisa membuat orang bisa bersantai, kualitas audio yang runyam, isi yang bertele-tele, konten Instagram yang sangat sederhana, dan bahkan informasi yang kurang akurat. Kami mengimbau
untuk tidak memercayai apa yang kami sebutkan dalam obrolan kami begitu saja
karena pendapat kami bisa jadi sangat opinionated dan bias (iya ini disclaimer).
Terlepas dari itu semua, aku dan teman-temanku ingin berterima kasih kepada 981 pendengar dan 307 pengikut kami yang sudah mau mendengarkan obrolan kami dalam
Bumi dan Manusia. Kami juga berterima kasih kepada pendengar yang memberikan feedback
atau komentar melalui sur-el kami. Atau sekadar menyapa kami di Instagram. Aku
senang berinteraksi dengan teman-teman pendengar semua. Walaupun ada yang
terpaksa mendengar (karena kalian teman-teman kami atau mahasiswaku), kami sangat
mengapresiasi upaya teman-teman semua atas kuota internet, energi, dan waktu
untuk mendengarkan Bumi dan Manusia. Bagi aku pribadi dukungan kalian merupakan
penyemangat hidup dalam merawat alam.
Doakan kami tetap bersemangat dan teguh merawat Bumi dan Manusia dan bisa
meningkatkan kualitas konten kami. Semoga teman-teman juga bisa mengambil manfaat
dari Bumi dan Manusia, serta tumbuh bersama kami. Dan semoga juga kita bersua tatap muka langsung satu hari nanti.
Untuk saran, kritik, atau sekadar menyapa kami, teman-teman bisa layangkan
surat elektronik ke bumiidanmanusia@gmail.com
atau bisa ikuti Instagram kami di @pod.bumidanmanusia.
Hi there. New reader here. Btw, ide podcast-nya keren banget (jujur belum pernah denger podcast-nya hehehe). Anak muda sebagai generasi penerus bangsa *halah* perlu banget peduli dan terlibat dengan isu seperti ini. Satu hal yang perlu saya tambahin, adalah akibat dari perubahan iklim dan pemanasan global terhadap kesehatan. Jadi, dunia kesehatan secara umum juga udah lebih aware terhadap hal ini, malah ada satu cabang kesehatan yang subyek/topik-nya "planetary health" jadi gak melulu ke kesehatan manusia-nya tetapi juga ke kesehatan dunia itu sendiri.
ReplyDeleteHi, thanks for stopping by. Really appreciate you taking your time to read my post. And please you can try listening to one of our episodes on Spotify (https://spoti.fi/3A5wcdA or just search Bumi dan Manusia). Dan memang dampak perubahan iklim dan pemanasan global ini ada di beragam bidang, termasuk kesehatan. Sepertinya bakal menarik juga kalau nanti kami bisa ngobrol dgn pakar kesehatan ttg kesehatan dan perubahan iklim di podcast kami.
Delete