Berfoto dengan Pohon Leluhur |
Liburan panjang akhir pekan sering menggoda impulsivitas dan eskapisme diri untuk jalan-jalan jarak jauh. Karena ada libur yang lumayan panjang dari Selasa hingga Minggu, hasrat untuk berkereta juga ikut terpicu. Senin malam jariku meloncat-loncat mencari tiket kereta tujuan Malang atau Banyuwangi. Namun, mengingat kerjaan yang masih menumpuk untuk diselesaikan minggu itu juga, aku terpaksa merevisi rencana untuk berkereta jauh. Akhirnya jari ini berlabuh memesan tiket tujuan Bandung – Gambir dengan menu utama mengunjungi Kebun Raya Bogor. Aku juga sudah memesan penginapan yang sedang promo di Jakarta untuk sekadar staycation dan berecengkerama bersama para sahabat.
Aku berangkat Selasa sore setelah mendapatkan hasil tes rapid Covid-19 nonreaktif. Semasa pandemi hasil nonreaktif Covid-19 wajib ditunjukkan untuk bepergian dengan kereta. Biaya tes rapid ini Rp85.000,- dan hasilnya bisa diambil dalam 30 menit.
Perjalanan kereta api ini kali pertama keluar kota selama masa pandemi. Sudah kurang lebih tujuh bulan aku bergumul di Bandung saja. Bukannya tidak cukup, di Bandung pun aku masih bisa berkelana ke hutan kota atau gunung yang bisa digapai sejam atau dua jam dengan kendaraan pribadi. Entah bersepeda ke gunung terdekat atau sekadar berlari di menyusuri kota kala akhir pekan pun sudah cukup menjadi koping diri selama pandemi ini. Yang jelas tetap memerhatikan protokol kesehatan tanpa bergumul dengan banyak kerumunan asing.
Lama tidak mengunjungi Stasiun Bandung, kondisinya kini pangling dan elok. Kini ada kedai kopi besar di sebelah pintu masuknya. Kini di antara peron keretanya terdapat jembatan penghubung yang dilengkapi eskalator. Aku yang sering hampir ketinggalan kereta terpaksa berlari mengejar kereta yang tiga menit lagi bertolak dari Bandung. Mujurnya, aku tiba satu menit sebelum kereta berangkat. Jadi tak sempat mengambil foto. Oh ya sebelum berangkat, aku diberi pelindung muka yang harus dipakai selama berada di gerbong kereta.
Tiba di Jakarta aku menemui sahabatku yang akan bergabung ke Kebun Raya Bogor. Kami berencana pergi pukul 08.00 WIB keesokan harinya. Keesokan harinya, seperti yang sudah-sudah, kami berangkat telat dari jadwal. Kami baru naik kereta komuter sekitar pukul 10.00 WIB. Tak mengapa. Kami tidak terburu-buru, yang penting bisa menikmati perjalanan kami.
Menjelang pukul 11.00 WIB kami tiba di Stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor kami berjalan kaki menuju Kebun Raya Bogor. Dari Stasiun Bogor kami belok kiri menyusuri jalan besar. Di ujung jalan kami menyebrang dan berjalan memutar ke arah kanan. Untuk hari biasa gerbang yang digunakan sebagai pintu masuk adalah gerbang utama (pertama), sementara tiap Minggu dan hari libur gerbang yang digunakan adalah gerbang dua. Beruntung saat itu matahari tidak terlalu terik sehingga kami bisa menikmati jalan kaki dengan santai. Sambil jalan menuju gerbang utama, dari luar pagar kami bisa melihat Istana Bogor yang letaknya bersebelahan dengan Kebun Raya Bogor. Tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit jalan kaki dari Stasiun Bogor.
Spot Bagus untuk Piknik |
Tiba di gerbang utama kami diarahkan petugas untuk membeli tiket. Di tengah pandemi ini, protokol kesehatan tetap diberlakukan. Kami dicek suhu dan diharuskan mengenakan masker atau pelindung muka. Kami juga disarankan membayar dengan metode nontunai (bisa lewat OVO atau debit). Cukup praktis. Harga tiketnya hanya Rp15.000,- per orang. Setiap satu tiket mendapatkan satu lembar yang berisi sejumlah voucer potongan harga dalam rangka memeringati hari Sumpah Pemuda. Ada voucer makanan, bersepeda, shuttle, dan mobil golf. Sebelum memulai berjalan kaki, kami memutuskan untuk makan siang dan salat lebih dahulu. Di dekat pintu masuk ada restoran dan musala. Di sana kami membeli makan siang seharga Rp40.000,-. Setelah selesai makan dan salat, aku melipir sebentar ke perpustakaan di Gedung Konservasi. Namun sayang saat itu perpustakaannya tidak menerima kunjungan tiba-tiba karena pandemi sehingga kunjungan hanya bisa dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu.
Gedung Konservasi |
Menjelang pukul 13.00 WIB kami mulai berjalan kaki menyusuri Kebun Raya Bogor yang tahun ini sudah berusia 203 tahun. Menurut website LIPI Kebun Raya Bogor ini memiliki luas 87 hektar dengan koleksi tanaman mencapai 15 ribu. Jam buka yaitu dari pukul 08.00 WIB s.d. 16.00 WIB hari biasa. Maka dari itu sebetulnya kami tidak ambisius untuk bisa mengeksplorasi keseluruhan Kebun Raya Bogor dalam sehari. Bisa tidak tersesat saja sudah bersyukur. Saat itu kami mampir ke stan informasi untuk meminta peta fisik, namun kehabisan. Sempat meminta peta digital, tapi pihak pengelola juga tidak punya. Akhirnya aku coba mengunduh petanya di laman LIPI.
Peta Kebun Raya Bogor |
Peta ini sangat bermanfaat untuk bisa mengincar tujuan yang dekat. Sejujurnya kami juga tidak memasang target berapa banyak destinasi yang harus kami kunjungi. Ada kalanya kami berjalan tanpa tujuan, hanya menikmati suasana alam yang syahdu di tengah suara bising kendaraan bermotor. Selain peta digital, ada juga aplikasi Kebun Raya (buatan Oloop Studio) di Google Playstore yang cukup informatif.
Aplikasi ke Kebun Raya |
Berjalan kaki di Kebun Raya
Bogor terasa lebih menyenangkan dibandingkan naik shuttle, mobil golf, atau sepeda. Kami bisa berhenti sejenak dan duduk menikmati
pepohonan di sekitar kami, atau masuk ke area pejalan kaki yang tidak bisa
dilewati pesepda.
Secara pribadi aku merasakan ketenangan yang luar biasa melimpah di sini. Mengingat usia kebun ini un yang sudah tua, serta pepohonan yang sudah menyaksikan beragam peristiwa, mulai menghadapi segala cuaca, menjadi penyimpan karbon, hingga penjaga fungsi orologi, tempat ini sempat membuatku merinding takjub.
Tidak lama dari gerbang utama, kami berpapasan dengan dua pohon tertua di Kebun Raya Bogor yaitu, Meranti Tembaga dan Beringin Putih yang usinya sudah mencapai 154 tahun (sejak 1866). Kambiumnya sangat besar, rantingnya bercabang banyak, serta beberapa akarnya menyembul ke permukaan. Aku merasa seperti mengunjungi leluhur.
Takjub. Terpesona.
Ini baru kebun raya, belum hutan belantara yang usia pepohonannya jauh lebih tua. Karena itu aku sempatkan untuk memeluk keduanya. Meminta semangat alam yang mereka simpan selama lebih dari satu setengah abad. Di sini kedua pohon ini disebut Pohon Jodoh karena sudah lama bersama-sama.
Terima kasih sudah bertahan, bersama. |
Dari pohon leluhur, kami lanjut berjalan menuju Taman Meksiko, Jembatan Gantung, Tanaman Air, dan Tugu Kujang melewati jalur haiking.
Jalur haiking |
Di sini juga ada makam keramat Ratu Galuh Mangku Alam Prabu Siliwangi, Mbah Jepra, Mbah Baul, dan Soelndang Galuh Pangkuan. Makam ini merupakan cagar budaya yang bisa dikunjungi dengan bebas.
Makam Keramat |
Menjelang pukul 15.00 WIB kami istirahat di Taman Astrid. Di dekatnya ada kolam berisi teratai raksasa yang mengapung. Kami berbincang dengan topik random atau membaca buku masing-masing. Entah kenapa di sini kami seringkali tertawa terbahak-bahak dengan lepas. Serasa ada energi segar yang mengelektrifikasi kami berdua.
Tak terasa waktu menunjukan hampir pukul 16.30 WIB. Para pengunjung sudah berjalan balik menuju pintu keluar dekat gerbang utama. Sungguh menyenangkan bisa berkunjung ke Kebun Raya Bogor walau sekejap saja. Sudah tentu satu kali kunjungan tidak cukup. Sayangnya di beberapa titik masih terlihat sampah yang berserakan dan vandalisme di batang-batang pepohonan. Mungkin karena tidak ada yang mengawasi dan kurangnya tempat sampah di titik-titik yang jauh dari jalan yang sering dilewati pengunjung. Ada baiknya menambah tempat sampah di sebaran titik yang jauh dari jalan umum. Meski hal ini tidak bisa jadi alasan untuk mentoleransi kelakuan mengotori lingkungan, setidaknya bisa mengurangi resiko pengotoran lingkungan.
Tentunya mengunjungi Kebun Raya Bogor tidak hanya sekadar wisata melepas penat saja. Belajar merawat alam dan menghargainya sebagai bagian dari hidup kita menjadi suatu keniscayaan yang perlu ditumbuhkan. Sejatinya merawat alam adalah merawat diri sendiri. Secara personal saya merasa diisi ulang oleh campuran energi positif dari kecukupan, kebahagiaan, syukur, dan pelepasan penat.
Terima kasih.
Semoga masih ada jodoh waktu untuk berkunjung lagi ke Kebun Raya Bogor.
Comments
Post a Comment