Pause and
Playback melalui Menulis
oleh Pradipta Dirgantara
-- Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak
menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.-- (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca)
Menulis adalah suatu aktivitas yang dapat dikerjakan
semua orang. Mulai dari menulis tulisan yang bersifat ilmiah maupun nonilmiah.
Ada yang terbiasa menulis buku harian, puisi, dan juga unek-unek. Ada juga yang
memang gemar menulis jurnal, laporan penelitian, sampai buku ilmiah. Satu hal
yang membedakan antara tulisan ilmah dan nonilmiah tentu saja tujuan dan juga
karakter tulisan itu sendiri. Tulisan ilmiah harus bersifat akademik, faktual,
dan juga rigid. Sedangkan tulisan non ilmiah bisa bersifat fiktif, memiliki
fakta, ataupun kombinasi keduanya: improvisasi dari fakta yang ada dan imajinasi.
Kita sudah diajari menulis sejak sekolah dasar. Di
sekolah dasar kita diajari bagaimana membuat paragraf yang padu dan padan.
Berawal dari sebuah kata yang berkembang menjadi beberapa kata yang disebut kalimat.
Kalimat ini pun bisa dikembangkan sehingga menjadi paragraf yang dapat dipahami.
Lantas paragraf-paragraf pun bermunculan dan membuahkan sebuah tulisan yang
menjadi santapan bagi para pembaca. Sama seperti makanan, tulisan pun ada yang
enak dan juga tidak enak. Hal ini bergantung pada selera dan segmentasi pembaca
dan juga tidak terlepas kemampuan penulis dalam meramu kata-kata.
Di dalam tulisan terefleksikan tujuan penulis. Ide-ide
yang ingin disampaikan oleh penulis. Menurut hemat saya, tulisan adalah realisasi konkret
dari berbagai ide dalam benak penulis. Ide ini bisa datang dari mana saja: observasi, pengalaman sosial, dan
inspirasi. Ide yang kita tuangkan ke dalam tulisan akan menjadi abadi dan bisa
menjadi inspirasi banyak orang. Terlebih dengan adanya globalisasi, informasi, dan
juga komunikasi yang serba lintas bantas (borderless)
membuat tulisan kita sangat mungkin dibaca oleh orang dari berbagai macam
negara sampai sudut yang sampai pelosok. Jika Anda pernah menonton film V for Vendetta, saya setuju dengan kutipan
dialog di dalamnya bahwa ide itu antipeluru (the
idea is bulletproof). Hal itu dikejawantahkan oleh Marx dalam das Capital yang merupakan inspirasi
kaum buruh yang membakar Eropa dan sebagian
besar dunia hingga sekarang. Tubuh Marx mungkit bisa busuk diurai bakteri di dalam
tanah namun idenya berkembang dan bergema dari masa ke masa.
Menulis adalaah budaya vital yang
perlu dimiliki oleh seorang individu, terlebih bagi sebuah bangsa. Secara
idealis, dengan menulis kita bisa mengubah pemikiran orang yang berarti juga bisa
mengubah dunia. Secara pragmatis, dengan menulis kita bisa menafkahi hidup.
Penulis menjadi profesi yang menguntungkan secara ekonomi. Namun terlebih dari
itu, menulis dapat membebaskan pikiran kita dari belenggu-belenggu yang ada. Menulis
adalah pelepasan ide intelektual ke dalam sebuah dokumen seperti halnya
mengambil nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan dengan lega. Sama seperti
membuat film atau lukisan, menulis adalah suatu proses atau cara untuk menyampaikan
apa yang ada di benak kita.
Kita juga bisa lebih memaknai hidup dengan menulis.
Menulis merupakan cara untuk seolah-olah bisa mempause satu fase atau satu fragmen dalam kehidupan kita kemudian
merekamnya melalui kata-lata. Dengan begitu, kita bisa memutar ulang fragmen
tersebut dengan membaca. Hal ini juga berarti menulis dapat membantu kita untuk
mengingat. Tanpa adanya suatu dokumentasi berupa tulisan, ingatan kita akan
terus tertumpuk dan akhirnya terlupakan. Sesuai
dengan pepatah latin yaitu Scripta manent, verba volant: yang tertulis kekal,
yang terucap menguap.
Banyak sekali manfaat dari menulis. Setiap orang bisa
merasakan manfaat yang berbeda dari menulis. Proses menyenangkan ini bisa
mengembangkan daya pikir, kreasi, dan imajinasi kita. Menulis membuat pikiran kita bergumul dengan keresahan dan problematika
hidup. Di sini akan tercipta sebuh proses
yang mengembangkan daya pikir sehingga bisa membuahkan solusi dari permasalahan
yang dihadapi.
Realita yang hadir di Indonesia adalah budaya menulis
masih tergerus oleh kebudayaan konsumerisme dan budaya populer barat. Bahkan budaya menulis di
kalangan dosen di Indonesia masih teramat rendah. Dari 1.200 dosen yang ada di
Institut Teknologi Bandung (ITB), hanya sekitar 400 orang atau 30 % yang ada
mempunyai kemampuan menulis.[1]
Jika guru dan dosen memang tidak
produktif untuk menulis, sangat sulit untuk menumbuhkan motivasi bagi para
siswa untuk menulis. Terlebih globalisasi juga memiliki dampak negatif.
Teknologi informasi yang sudah jauh berkembang memberikan hiburan yang mengerosi minat menulis.
Fenomena ini akan menjadi krusial jika dibiarkan terus
menurus tanpa adanya kontrol baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Kebudayaan kita akan tergerus oleh penterasi kebudayaan asing. Semakin lama, generasi muda
akan memiliki banyak pembenaran untuk tidak menulis. Dan hal itu bisa saja
mengancam kualitas kita sebagai generasi muda. Kita akan mudah dikalahkan oleh
Jepang yang memiliki kebudayaan menulis yang tinggi sejak Restorasi Meiji. Kita
akan dicemooh oleh Cina yang bisa menelusuri sejarahnya sampai 3000 tahun ke
belakang.
Lantas pertanyaan besar yang timbul adalah apa yang
sebenarnya harus ditanamkan agar bisa terus menulis. Saya akan mencoba
memberikan pandangan terhadap permasalahn tersebut.
Minat Baca dan Sastra
Kita tidak bisa menulis tanpa membaca. Dan membaca
akan kurang sempurna tanpa menulis. Menulis dan membaca bagai dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Minat baca yang tinggi
akan dibayangi oleh minat menulis yang juga tinggi. Untuk menumbuhkan minat
baca pada masyarakat harus dimulai sedini mungkin. Kita juga perlu hati-hati
dalam memberikan bahan bacaan kepada anak-anak. Buku cerita ataupun komik
memang bagus menstimulasi minat baca anak namun jangan sampai komik
menggantikan minat baca anak terhadap
karya Chairil Anwar di kemudian hari. Komik pun tidak semuanya hanya bertema
hiburan. Ada beberapa komik yang mendidik seperti Archi and Meidy. Komik semacam ini bagus untuk
menjadi awal untuk menumbuhkan minat baca. Jadi jangan
sampai semua komik kita larang untuk dibaca anak-anak.
Peran institusi dan sekolah akan sangat menentukan minat baca.
Siswa sekolah menengah atas akan
lebih senang membaca komik karena dibiasakan membaca komik. Penanaman pemikiran
seperti ini akan tumbuh seiring usia yang akan berlangsung hingga dewasa jika
tidak diarahkan.
Di Jepang, negara pengekspor komik terbesar di Asia, seorang komikus harus banyak membaca agar
memiliki referensi sumber bacaan yang luas untuk mendukung komiknya yang
berkualitas. Terbukti, komik Jepang yang memiliki berbagai level kesulitan
cerita ini menyerbu masyarakat kita di banyak toko buku. Kita bisa melihat level bacaan dari yang bisa dibaca
oleh anak-anak sampai yang memiliki plot rumit untuk dewasa. Dari produktivitas hiburan tertulis saja, komik, kita sudah kalah.
Padahal jumlah penduduk kita lebih banyak dari Jepang.
Pihak sekolah sangat disarankan untuk membuat klub
membaca dan menulis sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Pihak sekolah bisa saja
membuat suatu klub membaca dan menulis atau bahkan memasukkannya ke dalam
kurikulum seperti yang dilakukan banyak sekolah di Amerika. Untuk pemula,
misalnya siswa tahun pertama sekolah menegah pertama, siswa harus membaca dua
buah komik setiap bulannya. Mereka tentu akan senang karena komik merupakan
bacaan hiburan. Namun setelah membaca komik tersebut para siswa harus membuat
ringkasan cerita, unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada dalam cerita dan kemudian
memberikan opini terhadapnya. Kegiatan semacam ini akan merangsang kepekaan dan
kekritisan siswa. Tapi perlu diawasi juga komik mana yang memang cocok untuk
dibaca oleh siswa tingkat SMP. Setelah itu, para guru akan membuka sesi diskusi yang
mengakomodasi keinginan siswa untuk berpendapat.
Kegiatan seperti ini akan menumbuhkan kesenangan
terhadap membaca sekaligus menulis. Secara perlaham bobot bacaan akan
ditingkatkan. Semula dari komik ringan menjadi cerpen, puisi, atau novel. Siswa
pun hendaknya dianjurkan untuk membuat review
atau kritik mengenai tulisan yang mereka baca. Hal ini harus dilakukann secara bertahap dan terus menerus
sehingga ada kesinambungan antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan
lainnya yang lebih tinggi. Contohnya,
saat siswa memasuki SMA, siswa dapat dibimbing menulis artikel dengan jenis review dan guru harus menjelaskan
bagaimana cara menulis artikel dan tulisan jurnalistik lainnya seperti feature, berita, dan opini. Selain itu dengan adanya
penugasan review, siswa pun akan terdorong untuk menulis. Pihak sekolah
pun harus mendorong siswa untuk menulis buku harian namun berisi pengalamannya
dengan fenomena sosial yang terjadi setiap hari. Selain menulis, kepekaan
terhadap lingkungan sekitar pun akan terdorong.
Pihak sekolah juga harus mulai
mewajibkan bacaan sastra seperti karya Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, N. H. Dini, ataupun Sutan
Takdir Alisjahbana untuk kemudian diringkas ataupun dikiritiki. Selain
melestarikan budaya membaca, secara tidak langsung kita menanamkan minat
membaca pada buku sastra Indonesia. Karya
sastra yang menurut saya mudah dipahami dan menarik adalah cerita pendek atau
cerpen. Sebuah cerpen yang sekadar hendak bercerita, dan betul-betul bercerita
dengan bahasa yang lugas da terang, jalan cerita yang sederhana dan wajar,
tokoh-tokoh dalam keseharian, tentu saja sudah memadai, bahkan bisa jadi sebuah
cerpen yang bagus.[2]
Cerpen-cerpen yang memiliki makna dan
juga gaya penulisan beragam dapat ditemukan di toko buku. Pihak sekolah harus
bisa menyediakan kebutuhan siswa seperti halnya cerpen. Karya sastra memiliki
amanat atau nilai sosial atau nilai kehidupan yang bisa dipelajari oleh
kita sehingga bisa membuat kita lebih
baik menjalani hidup dna terbuka terhadap pluralitas fenomena sosial. Karya
sastra yang disediakan tidak harus melulu Indonesia namun juga bisa
dikombinasikan dengan karya sastra dari luar negeri seperti cerpen karya Ernest
Hemingway atau Katherine Mansfield yang memiliki gaya penulisan unik, lugas,
dan sederhana. Dengan membaca karya sastra, secara tidak sadar kita akan
dituntun untuk mengunkapkan kegelisahan kita yang paling dalam mengenai suatu
fenomena dan menumpahkannya dalam tulisan. Dengan kata lain, membaca karya
sastra dapat menjadi nutrisi otak bagi kita untuk menulis.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah harus bisa
mengakomodasi kebutuhan generasi muda dengan membangun perpustakaan yang
lokasinya strategis. Saat ini pemerintah kita banyak membangun mal dan pusat
hiburan lainnya. Tentu saja generasi muda berbondong-bondong datang ke mal
daripada ke perpustakaan.
Perpusataakan : tempat yang
membosankan dan jauh. Mal : menyenangkan dan tempatnya strategis atau meskipun
jauh, lebih rela pergi ke mal daripada perpustakaan. Setidaknya itulah
pencitraan perpusatakaan versus mal di kota Bandung. Tapi sebenarnya
perpustakaan bisa menjadi lebih menyenangkan dari mal. Kita bisa membuat klub
baca dan tulis yang informatif dan edukatif. Sisi edukasinya juga sudah tentu
lebih banyak berbobot daripada di mal. Kecanggihan teknologi infromasi bisa
dijadikan daya tarik untuk datang ke perpustakaan. Di sinilah peran aktif
pemerintah sangat dibutuhkan.
Pemerintah juga bisa membuat
perpustakaan keliling untuk menjangkau masyarakat di pinggiran kota. Pemerintah
juga harus rajin mengadakan lomba menulis untuk lebih membangkitkan semangat
menulis.
Dari sisi masyarakat, masyarakat
dituntut untuk sinergis dengan pemerintah. Keluarga merupakan inti dari
masyarakat. Oleh karena itu, peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mendukung
suasana yang kondusif bagi anak untuk membaca dan menulis.
Selain keluarga, pemilik toko
buku juga harus bekerja sama untuk memberdayakan minat baca. Di Jepang ada
kebudaayaan Tachiyomi. Tachiyomi merupakan istilah membaca namun tidak
membeli. Kita bisa melihat aksi Tachiyomi di berbagai toko buku. Para pemilik
toko buku mendukung sepenuhnya karena mereka yakin betul semakin banyak aksi
Tachiyomi maka semakin banyak buku yang terjual. Tachiyomi ini semakin
meligitimasi masyarakat untuk membaca sesuka mereka. Dan tidak heran jika di Tokyo kita dapat menemukan
seorang pemuda tertunduk khusyu membaca di kereta, atau seorang siswi
menghabiskan waktunya membaca di taman. Pemandangan yang jarang ditemukan di
Bandung.
Budaya lain yang dapat ditemukan di generasi muda Indonesia
adalah budaya online. Kita seringkali
melihat atau bahkan mengalami kecanduan terhadap facebook atau twitter. Hal
positif dari perkembangan teknologi informasi dapat kita manfaatkan untuk tetap
menulis. Membuat blog adalah salah satu cara memanfaatkan internet dengan
benar. Kita bisa aktif menulis di facebook, twitter, tumblr dan sejenisnya.
Tulisan kita harus memiliki konten kritis dan solutif terhadap fenomena yang
ada. Hal ini akan membuat kita semakin menyukai aktivitas menulis. Pemanfaatan
internet yang baik akan membuat kita lebih prodkuktif dalam menulis.
Komitmen Semua Pihak
Peran pemerintah, sekolah dan
masyarakat harus sinergis dan secara aktif berkelanjutan. Upaya ini adalah
untuk membangkitkan minat baca genersi muda. Dengan mengobarkan gairah membaca
maka geneasi muda pun akan terdorong menulis. Komitmen semua pihak pun tidak
boleh berapi-di awal namun padam di tengah-tengah. Kita Semua harus menanamkan budaya membaca.
Membaca seperti lubang kunci
pengetahuan. Menulis adalah kuncinya. Temukan lubangnya, masukan kuncinya.
Itulah analoginya. Membaca membuat kita peka dan menulis membuat kita kritis.
Apa jadinya jika generasi muda yang sering dielu-elukan sebagai tombak bangsa tidak memiliki kemampuan menulis dan tidak kritis terhadap
fenomena yang terjadi?
Harapan kita semua adalah
generasi muda bisa mengembangkan potensi mereka melalui menulis. Bisa membuka
cakrawala pengetahuan mereka melalui menulis. Bisa mengubah dunia melalui
tulisan atau setidaknya bisa mengubah diri kta menjadi pribadi yang lebih baik.
[1] Galamdedia. Rendah, Budaya Menulis Dosen
Indonesia. 2009. melalui <http://akatelsp.ac.id/2009/01/09/akatel/rendah-budaya-menulis-dosen-indonesia/ > [25/05/09]
[2] Kompas,
2001. Mata yang Indah. Jakarta : PT
Kompas Media Nusantara,, hal. xxiii
Terima kasih, saya menyukai artikel anda.
ReplyDeletehttp://st3telkom.ac.id/
makasih yaa sharenya
ReplyDeleteST3 Telkom
Artikel ini sangat menarik. Terimakasih atas informasi yang diberikan. Artikel ini sangat membantu
ReplyDeleteST3 Telkom
Thanks for your post really helped me awaited other stuff ya ..
ReplyDeleteST3 Telkom