Mengunyah Madre, Menyesap Filosofi Kopi
Judul : Madre
Jenis : Fiksi
Pengarang : Dewi Lestari
Tahun terbit : 2011
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Jumlah halaman : xiv + 160
Harga : Rp. 45.000 – Rp. 60.000
Dewi Lestari alias Dee memang penulis ulung. Karya-karyanya mampu menyedot perhatian banyak orang tidak terkecuali saya. Buku terbaru yang ditulis oleh Dee adalah Madre yang berarti ibu dalam bahasa Spanyol. Buku yang memperbaharui daftar karyanya setelah Perahu Kertas ini memiliki raga yang sama dengan Filosofi Kopi. Madre dan Filosofi Kopi adalah kumpulan cerita, puisi, dan prosa. Yang bikin saya penasaran apakah ruh kedua buku ini juga sama ? ayo tengok !
Buku ini berisi tiga belas bagian dengan hidangan utama Madre pada awal buku. Madre berkisah tentang seorang pemuda sederhana bernama Tansen Roy Wuisan yang tiba-tiba mendapat sebuah warisan dari orang yang tak dikenalnya sama sekali, Tan Sin Gie. Setelah kematian Tan Sin Gie, Tansen memperoleh warisan yang benar-benar aneh yaitu biang roti yang dinamai Madre. Madre ini telah dijaga oleh Hadi di sebuah toko bekas Tan Sin Gie berjualan dulu, Tan de Bakker. Hadi yang merupakan pegawai lama Tan de Bakker sangat antusias dengan kedatangan Tansen. Hadi percaya bahwa Tansen dapat menghidupkan kembali Madre yang sudah lama mati suri. Sebaliknya, Tansen kecewa mengetahui warisan yang ditulis untuknya hanyalah berupa Madre, biang roti yang sudah ada sejak tahun 1943. Tansen yang kesehariannya seorang pekerja lepasan di Bali pada awalnya menolak haknya sebagai pewaris Madre. Namun hati nuraninya berkata lain, ia akhirnya percaya pada nasib yang membawa perubahan pada hidupnya dan tinggal untuk belajar membuat roti. Tansen juga dipertemukan dengan Mei, seorang wanita pengusaha roti modern yang menaruh minat terhadap Madre. Meipun menawarkan sejumlah uang yang banyak untuk membeli Madre. Dari sinilah Tansen menyadari bahwa Madre bukanlah sekadar biang roti.
Dee lagi-lagi bisa mengenalkan kita pada dunia yang sama sekali baru yaitu dunia roti. Namun selain itu, Dee juga menggabungkan roti dengan romansa dan problematika sehari-hari. Plotnya yang maju menjadi tetap menarik dengan kejutan klimaks dan antiklimaks sepanjang cerita. Namun begitu penokohan yang kurang dalam menjadi penurunan Madre. Hal ini saya sadari karena ruang terbatas dari sebuah cerita pendek. Amanat yang bisa dipetik dari Madre pun sangat kentara. Banyak hal yang bisa dimaknai. Membaca Madre seperti menikmati matahari di pagi hari. Kita jarang menyadari bahwa di pagi hari, matahari itu menyehatkan. Satu lagi yang saya senangi dari karya Dee adalah ia tetap mempertahankan ritme kata dan juga penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara Keseluruhan ketiga belas fiksi Dee memiliki poin kuat di masing-masing sisi. Misalnya Madre yang kuat di alur, Have You Ever yang kuat di penokohan, dan Guruji yang kuat di sisi filosofi. Dari ketiga belas fiksi itu, saya menjagokan Guruji. Cerita Guruji lebih unik dan merepresentasikan sedikit perasaan saya. Sedikit loh ya :D Sedangkan cerita yang saya kira lebih menyentuh perasaan banyak orang adalah Menunggu Layang – Layang. Ceritanya benar-benar muda-mudi.
Bagi pembaca yang pernah mengorek kakak Madre yaitu Filosofi Kopi maka kita akan menemukan semangat yang sama dalam kedua buku itu. Yang satu berbicara kopi, yang satu berbicara roti. Dua hal yang menurut saya manusia tidak bisa hidup tanpanya, makan dan minum. Hebatnya, dari makanan dan minuman ini, Dee berhasil mengelaborasi makna dalam dari keduanya dan mengemasnya secara ringan. Lagi, ringan tapi dalam. Tapi menurut saya jika harus membandingkan dengan Filosofi Kopi, Filosofi Kopi lebih menggigit dibandingkan Madre. Ada banyak twist di dalam Filosofi Kopi. Filosofi Kopi membawa saya secara personal ke dalam cerita-cerita manis mengenai berbagai bentuk cinta tapi saya agak kesulitan menemukan benang merah Madre. Selain itu Filosofi Kopi lebih menuangkan nuansa yang lebih kontras dari satu cerita ke cerita lain meskipun masih dalam kerangka yang sama, cinta.
Baik Filosofi Kopi maupun Madre benar-benar memperkaya persoalan makan dan minum saya. Madre menurut saya bisa menghidupkan croissant yang sehari-hari saya makan langsung. Look ! now I can communicate with my own croissant
Baca Madre, rasakan lezatnya !
setuju! saya juga lebih suka filosofi kopi. Madre agak berasa komersil di beberapa tulisannya. Plus ada yang udah pernah di post di blog nya dee, jadi udah baca..
ReplyDeleteHoi pradip gebe, seru juga blognya. Sering2 mampir boleh yah..
mantap nih c akang, makin produktif aja menulisnya. lanjutkan bang. hehe
ReplyDeleteWah ada kang aros, saling dukung weh kang. *ntar ane ngunjungin blog ente
ReplyDelete