Gimana rasanya memaafkan orang lain ??
buat saya, rasanya lebih enak daripada ngabisin j-cool to go sendirian dengan topping lychee, kiwi, peach, dan almond yang berlimpah.
Memberikan maaf tidak bisa terlepas dari meminta maaf. Keduanya bagai sisi uang yang berlainan. Jika kita memberi maaf kepada orang lain yang menyakiti kita, kita juga harus bisa meminta maaf kepada orang yang kita sakiti. Memberi dan meminta maaf keduanya merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Kontradiksi keduanya memupuk egoisme kita sehingga seringkali kita lebih menginginkan permintaan maaf daripada pemberian maaf itu sendiri.
Dalam konsep aktualisasi diri, maaf adalah konsep yang sangat penting. Hal ini disebabkan tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin di antara kita ada yang merasa sempurna sehingga tidak perlu meminta maaf. Tapi dengan memberi dan meminta maaf kita juga menerima kekurangan diri sendiri dan orang lain. Nah saya tidak akan menjustifikasi siapa yang harus memberi maaf atau meminta maaf karena maaf erat kaitrannya dengan kesalahan yang pernah kita atau orang laiun buat. Dan jujur, lebih sulit mengakui kesalahan kita daripada mencari kesalahan orang lain. Celakanya kesalahan yang ada di benak masing-masing orang itu memiliki konsep yang berbeda. Di sini, saya hanya ingin berbagi pengalaman mengapa memaafkan dan meminta maaf itu penting untuk diri kita sendiri.
Saya merasa kamu bersalah karena telah membaca blog ini tanpa seizin saya tapi kamu ga ngrasa bersalah karena persoalan sepele ini, contohnya. Perbedaan seperti ini yang sering menimbulkan permasalah di kehidupan kita sehari-hari. Permasalahan seperti ini sebenarnya bisa diminimalisasi dengan meningkatkan logika kita dibandingan perasaan kita. Perasaanlah yang sering mendramatisasi kenyataan yang ada menjadi visualisasi sinteron masa kini.
Hubungannya dengan cinta dan kesabaran, memaafkan merupakan penutup yang bakal menghapus perasaan-perasaan (kalut) yang menghantui kita. Mintalah maaf meskipun kita tidak melakukan kesalahan. Dan maafkanlah semua kesalahan orang lain yang telah melukai kita. Saya sadar kok kalau memaafkan tidak pernah semudah membalikan telapak tangan. Karena itu sebelum memaafkan orang lain, kita juga harus memaafkan diri kita sendiri. Banyak orang yang merasa terluka karena cinta dan luka itu membekas dalam di hati. Saya adalah pribadi yang selalu menyalahkan diri sendiri karena perilaku orang lain. Saya adalah penyebab luka yang saya akibatkan dari orang lain. Saya selalu menyalahkan diri sendiri atas kesalahan yang saya tidak perbuat dan jujur, it cant be helped. Setiap perlakuan tidak menyenangkan orang lain terhadap saya selalu saya sangkut pautkan dengan perilaku saya dan akhirnya saya hanya bisa memupuk rasa bersalah tersebut. Saya merasa inferior.
Lantas saya belajar memaafkan diri saya sendiri melalui banyak hal, salah satunya dengan berguna bagi orang lain. Dengan begitu saya juga bisa memaafkan orang lain tanpa harus bersemuka dengan orang tersebut kemudian berkata saya memaafkannya tapi berkaca pada diri sendiri dan berkata, “saya memaafkan. Kamu, saya, dan semua hal miserable yang kita (berdua) rasakan.” Terlebih memaafkan itu menyenangkan. Saya tidak mau dihantui oleh perasaan-perasaan bersalah dan juga dendam kesumat yang melekat kuat di hati.
Yah, perasaan lega akan datang dengan sendirinya, berangsur-angsur karena pada akhirnya waktulah yang akan memulihkan kita. Saya juga belajar sedikit-sedikit. Bukan untuk menghargai orang lain tapi untuk menghargai diri sendiri dulu. Egois ? enggak. Karena saya, kamu, dan kita semua juga berhak untuk bahagia.
jadi gmana rasanya memaafkan orang lain ??
Rasulullah pernah bilang musuh terbesar itu justru ada di dalam diri..dan mengucapkan kata maaf terlebih dahulu walopun kita tidak melakukan kesalahan adalah salah satu bentuk dari mengalahkan musuh itu.
ReplyDeletetapi...
susah ya kalo ga punya cinta yg tinggi hiks :(